Oleh: Dr. Ir. Syamsul Rahman, S.TP. M.Si. IPM (Dosen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar Al-Gazali)

Saat ini penerapan teknologi pertanian semakin canggih, sehingga sistem pertanian mampu menghasilkan produksi yang bisa mencapai ribuan kilogram sayuran dalam sehari. Nama sistemnya adalah smart farming dan film farming. Smart farming yaitu bukan merupakan pertanian konvensional melainkan pertanian cerdas menggunakan ruang tertutup (dalam ruangan). Pencetusnya adalah tim peneliti dari negara Tiongkok membuat inovasi baru tersebut dalam bidang pertanian yang tidak memerlukan sinar matahari, sama sekali tidak menggunakan pestisida maupun bahan-bahan kimia, dan bahkan mampu menghemat air. Sedangkan film farming merupakan teknologi budidaya sayuran yang dicetuskan oleh para peneliti dari Jepang yang hemat air dan tanpa tanah, dengan menggunakan film polimer.

Smart Farming dan Film Farming

       Smart farming (SF) adalah sebuah metode pertanian cerdas berbasis teknologi yang menggunakan artificial intelligent (AI) untuk memudahkan petani melakukan pekerjaan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan buatan (artificial intelligent /AI) dan robot akan mampu melaksanakan berbagai tugas di bidang pertanian lebih cepat dengan presisi jauh lebih baik dibandingkan dengan manusia. SF disebut presisi karena ketepatan penggunaan sumber daya dalam sistem produksi pertanian ditengah keterbatasan lahan, bisa diatasi dengan menggunakan big data, machine learning, robotika, dan internet of things (IoT) guna meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian. SF juga berpotensi besar untuk meningkatkan pendapatan para petani dan berkontribusi terhadap keberlanjutan pertanian, serta dapat meningkatkan ketepatan dalam pemberian input tanaman dan lahan pertanian.

      Sedangkan dalam penerapan teknologi film farming (FF), media tanam yang dipakai bukan berupa tanah, dan tidak menggunakan media tanam seperti rockwool, arang sekam, spons, dan sebagainya yang kerap digunakan pada metode hidroponik. Sebagai gantinya, menggunakan sebuah lapisan tipis transparan hydro membrane yang terbuat dari polimer larut air. Film polimer yang transparan, membuat para petani dapat melihat perkembangan tanaman dengan lebih jelas. Akar tanaman akan terlihat secara jelas. Selain itu, media tanam ini dapat dimanfaatkan untuk menanam beragam jenis tanaman, termasuk sayuran dan buah-buahan.

Smart Farming ala Tiongkok

       Salah satu perusahaan yang telah menerapkan smart farming (SF) adalah Sanan Sino-Science terletak di Anxi, Provinsi Fujian, Tiongkok yang telah mengumumkan perluasan proyek SF berteknologi canggih. Luas pertaniannya kini mencapai 5000 m2. Satu hari bisa menghasilkan 8 hingga 10 ton sayuran segar. Hasil panen itu setara dengan memberi makan hampir 36.000 orang. Karena teknologi tersebut masih dikategorikan baru, sehingga perusahaan tersebut hanya membutuhkan 4 orang pekerja untuk mengawasi, memperhatikan dan mengamati tanaman. Hal ini tentu berbeda dengan pertanian konvensional yang luas lahannya sama, tetapi membutuhkan sekitar 300 petani untuk menggarap, menanam dan memelihara sayuran seluas itu.

       Sanan Sino-Science adalah perusahaan yang pertama kali mempopulerkan sistem SF yang dijuluki sebagai pertanian vertikal terbesar di dunia dengan luas lahan 1 hektar. Namun, sistem pertanian dengan inovasi terbarunya ini, disebut lebih efektif dan efisien dibanding pertanian vertikal. Salah satu keunggulan SF tersebut adalah waktu panen sayur yang cepat. Kalau pertanian konvensional biasanya membutuhkan waktu sekitar 40 hingga 60 hari untuk mencapai masa panen. Itu pun masih tergantung cuaca dan kemungkinan terserang hama dan penyakit. Sedangkan SF inovasi terbaru ini hanya membutuhkan 18 hari untuk memanen varietas sayur kecil dan 33 – 35 hari untuk varietas sayur besar yang bersih dan sehat. Karena salah satu faktor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman selain gizi dan air adalah sinar matahari.

Film Farming Ala Jepang

       Film farming (FF) adalah teknologi yang pertama kali dicetuskan oleh peneliti Jepang bernama Yuchi Mori yang mendirikan Mebiol pada tahun 1995. Ide pemanfaatan polimer sebagai media tanam didapatkannya dari pengalaman penggunaan teknologi polimer dalam berbagai keperluan di industri medis. Dari sana, dia memiliki ide terkait pemanfaatan metode ini dalam dunia pertanian. Lapisan film polimer yang digunakan sebagai media tanam pada metode FF berguna untuk memberikan beragam nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Lapisan polimer ini terbuat dari bahan hydrogel yang punya kemampuan dalam menyimpan air dan nutrisi untuk tanaman lewat pori-pori berukuran nano yang ada di dalamnya.

       Penerapan metode penanaman ini juga cukup mudah. Seorang petani hanya memerlukan permukaan yang datar untuk dijadikan lokasi penempatan film polimer yang menjadi media tanam. Menariknya lagi, petani tidak akan membutuhkan tanah dalam pemanfaatannya. Beberapa keuntungan penerapan FF yaitu; (1) menggantikan tanah dan menggunakan air yang tidak banyak, (2) dapat digunakan dalam jangka panjang, (3) mengurangi sumber daya agar lebih efisien seperti air, pembibitan, fertilisasi, dan tenaga kerja, serta (4) film membrane sangat aman dari virus dan gangguan tanaman lainnya karena film membrane tidak menyerap selain air. (sr)

Contact person:

Dr. Ir. Syamsul Rahman, S.TP. M.Si. IPM

Dosen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar

Email: syamrah68@gmail.com

Leave a Comment