OPINI: Antisipasi Penurunan Produksi Padi di Saat Kemarau dengan Sistem Pompanisasi
Oleh: Syamsul Rahman (Dosen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar (UIM) Al-Gazali)

Air adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari mulai dari kebutuhan untuk minum, masak, keperluan sanitasi, dan terutama untuk kebutuhan yang menunjang proses produksi pangan khususnya produksi padi. Ketersediaan air merupakan syarat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, ketersediaan air sering menjadi masalah di saat kemarau melanda, terutama pada daerah yang sumber air permukaannya sangat terbatas dan tidak adanya sungai atau air bawah tanah yang cukup dalam.
Tentu hal ini tidak terlepas dari teknologi pompa air yang sangat berperan dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air. Penerapan teknologi irigasi pompa dibangun dengan paradigma pengelolaan air secara komprehensif untuk peningkatan produksi padi. Irigasi merupakan suatu kegiatan mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan baik permanen ataupun hanya sementara. Irigasi memerlukan unit mesin pompa air untuk mengalirkan air dari sumber air sungai ataupun air tanah menuju lahan pertanian yang akan dialiri air tersebut. Unit mesin pompa air terdiri dari mesin penggerak pompa dan pompa airnya sendiri.
Kemarau Fenomena El Nino
Dampak El Nino tergantung pada intensitas El Nino, durasi El Nino, dan musim yang sedang berlangsung. Dampak El Nino di Indonesia umumnya terasa kuat pada musim kemarau yaitu pada bulan-bulan Juli – Agustus – September – Oktober. Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan kewaspadaan dan upaya antisipasi khususnya pada bulan-bulan tersebut. Terlebih lagi, ada banyak wilayah di Indonesia yang akan memasuki puncak musim kemarau yang diprediksi akan berlangsung selama 4 bulan. Berdasarkan prediksi curah hujan bulanan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), beberapa wilayah akan mengalami curah hujan bulanan dengan kategori rendah (0-100 mm/bulan), terutama pada Juli – Agustus – September – Oktober, meliputi Sumatera bagian tengah hingga selatan, pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku dan Papua bagian selatan.
El Nino merupakan bentuk fenomena menghangatnya lautan di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur. Fenomena El Nino ini membuat suhu udara dan kelembaban udara diatasnya meningkat. Akibatnya, terjadi peningkatan kekeringan dan penurunan potensi hujan, serta potensi cuaca ekstrim pun terjadi. Tentu saja hal ini sangat merugikan bagi pertanian di Indonesia karena berakibat pada menurunnya produksi pangan kita terutama produksi padi. Para petani akan mengalami perubahan pola tanam, gagal panen hingga tidak stabilnya pasar yang nantinya akan menimbulkan efek yang begitu besar terhadap perekonomian dan stabilitas keamanan nasional.
Sistem Pompanisasi
Sistem pompanisasi pada lahan sawah merupakan salah satu instrumen utama dalam menjaga ketersediaan air bagi pertanian terutama di musim kemarau, atau akibat adanya fenomena El Nino. Pompanisasi merupakan sistem irigasi yang memanfaatkan air dari dalam tanah, sungai, danau, atau embung yang digunakan untuk pengairan lahan pertanian dengan menggunakan alat pompa air kemudian dialirkan dengan penggunaan saluran pipa. Selain itu, sistem pompanisasi cenderung dilakukan di luar irigasi regular yang memang telah tersedia air yang mencukupi.
Menurut Menteri Pertanian Amran Sulaiman, bahwa penerapan sistem pompanisasi sebagai salah satu opsi pengentasan kurangnya air di tengah El Nino dengan menyiapkan 1 juta hektar lahan yaitu 500 ribu hektar lahan di pulau Jawa dan 500 ribu di luar pulau Jawa, dan untuk tahun 2024 ini pemerintah telah menyalurkan 25 ribu pompa dalam rangka peningkatan produksi padi sebagai penyangga produksi padi untuk dapat memperkuat ketahanan pangan nasional.
Diharapkan, dengan penerapan sistem pompanisasi ini akan memungkinkan lahan pertanian terairi secara lebih luas, sehingga memungkinkan panen dua hingga tiga kali per tahun, dari yang sebelumnya hanya satu atau dua kali. Langkah ini dianggap kritikal dalam upaya untuk menjaga kestabilan stok pangan dan dapat mengendalikan harga sembako di tengah kondisi global yang tidak menentu. Untuk itu, dalam rangka mengantisipasi penurunan produksi padi sebagai akibat dari dampak El Nino, maka diperlukan upaya jangka pendek dalam rangka menghadapi awal musim kemarau dengan penerapan sistem pompanisasi untuk mendorong air agar bisa mengairi lahan persawahan milik para petani.